Wednesday, September 7, 2011

UMROH DAN BERLEBARAN DI TANAH SUCI ( 1 )

PRAKATA

Sebenarnya aku ingin dan akan menulis atau mengoreskan catatan apa saja yang masih bisa ku ingat dari perjalanan hidupku, di blog ini berurut mulai dari masa kecilku sampai masa saat keadaanku seperti sekarang ini. Jadi catatan yang aku tulis sekarang ini, seharusnya ku letakkan di blog ini apabila catatan masa laluku sudah selesai ku tuliskan. Tapi kurasa ku letakkan saja sekarang sajalah.


SEBUAH KEJUTAN DAN AWAL PERSIAPAN

Sudah beberapa kali liburan di musim panas ini aku jarang berolahraga. Padahal dua minggu lagi bulan Ramadhan tahun 1432 H akan tiba. Kalau sudah di bulan Ramadhan tentu akan susah berolahraga di luar rumah apalagi di musim panas. Maka pada suatu hari liburan kerja ku putuskan untuk mengajak anak dan istriku pergi lari pagi ke Corniche di Doha. Terlalu jauh sebenarnya, kalau mau cuma lari pagi tidak harus ke sana, tetapi maksudku sambil jalan jalan karena sudah lama juga tidak membawa anakku main main ke pinggir pantai di tepi kota Doha. Sering kesana paling lewat saja. 

                                      
Sebetulnya malamnya aku sudah sampaikan rencanaku ke istri, “hari libur besok, kita pergi olah raga pagi di Cornice Doha, selesai lari lari pagi, dan mengajak anak main main, kemudian kita pergi me injek cadridage printer di Q-tel.” Sebuah pasar computer dan aksesoris di kota Doha, kalau di Jakarta sama dengan Roxi atau Glodok,  “terus ke supermarket untuk keperluan dapur. Sebelum Zuhur masuk kita sudah sampai lagi di rumah.” 

Selesai sholat subuh, sewaktu istriku sibuk mempersiapkan makanan, minuman, pakaian ganti anakku. Juga tidak lupa membawa mainan anakku, bola kaki, diam diam tanpa sepengetahuan istriku, aku mempersiapkan foto kopi passport aku, istri dan anakku, serta foto ber latar belakang warna putih, sebagai syarat untuk membuat visa umroh. 

Waktu subuh di musim panas seperti biasa masuk jam 03 pagi. Pas sekitar jam 05 pagi cahaya matahari yang sudah cukup terang, tetapi belum terlalu panas untuk musim panas, ku gendong saja anakku yang masih tidur ke mobil. Jalanan raya yang masih sepi membelah padang pasir sekitar 30 menit perjalanan, aku tancap gas mobilku ke selatan kota Al Khor di Doha.

Di Corniche dari pagi sekali sudah banyak pengunjung  melakukan aktifitasnya, sendiri, berombongan dengan teman dan keluarga. Sekedar berjalan jalan, jogging, ada juga yang besepeda meski tempat in terlarang bersepeda. Karena anakku masih tidur ku jogging saja sendiri, dan istri menuggu anakku yang tidur di dalam mobil.

Seperti rencanaku semula, selesai ku berlari lari pagi anakku sudah bangun, aku ajak dia bermain sebentar dan sarapan di pinggir taman pantai ini, kemudian ku pergi ke pasar computer. 

Begitu mau jalan pulangnya istriku bertanya,”kenapa jalannya tidak me arah pulang?”
“Jalanya macet, kita lewat jalan lain” jawabku. Tetapi aku mengarah ke sebuah agen travel perjalan haji dan umroh, atau lebih di kenal dengan sebutan “Hamlah”. 

Sesampainya di depan kantor Hamlah itu, istriku bertanya “da ngapain ke sini?”
“Aku mau daftar untuk kita pergi Umroh” jawabku singkat
“Kenapa ngak bilang bilang?”
“Kapan mau Umrohnya?”
“Cutinya sudah diajukan? Cutinya di approve ngak nanti?”
“Uangnya sudah disiapkan belum,?” istri ku kaget dengan jawabanku
Dan ku jawab dengan senyuman saja.
“Hei cerita dong!” desak istriku.

“Nanti saja”, aku mau ke Hamlah itu dulu sambil meninggalkan istriku di dalam mobil di parkiran dan membawa kertas amplop yang beriti foto kopian dokumen.
Di dalam kantor Hamlah itu pegawainya laki laki semua, jadi membawa wanita ke dalam kantor itu sesuatu yang aneh, mungkin aib dan tidak lazim budaya disini, karena yang punya keperluan laki laki. Dan di ruang tunggu hamlah itu tidak ada ruang untuk perempuan, jadi istriku dan anak menunggu saja dalam mobil. 

“Assalamualaikum” kataku masuk ke kantor agen itu sambil buka pintunya dan lansung ke meja petugas yang ada di dalamnya.

“Alaikum salam’, jawab petugas lelaki orang Pakistan itu.
Dia sambil bebicara dengan seorang tamu lain pakai bahasa hindi, dan tidak mehiraukan kedatanganku. Sitamu itu berbicara sambil berdiri. Mereka bebicara tidak putus putus nafasnya karena bicara cepat, sampai ku menungu mereka beberapa menit, sehingga ku tidak punya celah memotong percakapan mereka aku harus menunggu untuk berbicara dengan pegawai hamlah itu. Begitu dia selesai berbicara si pegawai itu pun tidak menoleh kepada aku. 

“I want to umroh InshAllah, can you show to me your umroh schedule on Ramadan time?” Aku lansung saja menyapaikan maksudku, tanpa basa basi. (den nio umroh, bisa ang caliak ka aden jadwal umroh ang di bulan puaso nati ) Memang begitu adatnya disini, tidak perlu basa basi sebab dia juga begitu, begitu menjawab salamku dia tidak bertanya seperti reseptionis hotel kalau ada tamu datang dia akan bertanya “What can I do for you?”. (nio apo ang?) Setelah menjawab sapaan kita sebagai tamu.

Dia menunjukan jadwal keberangkatan umroh bulan puasa di sebuah kertas kepadaku “This is it, and when do you want to go?” Tanya nya. (ko ha…. Nio bilo ang pai)

Setelah ku perhatikan dan cek, dan ku cocokkan rencana cutiku yang telah ku schedulekan, cocok sekali, sekitar 6 hari sebelum lebaran dan lebaran ke tiga sudah balik lagi ke Qatar.

“Ok, I will go on 24 Agust” sambil ku tunjukan itu table jadwal yang terakhir di kertas dia. (adih lah, den ambiak tangaal 24 agus)

“How much fee?” aku bertanya biayanya, sebab biaya Umroh di bulan biasa dengan di bulan puasa berbeda.  (bara ongkoih nye?)

“QR 1600 per person” katanya. (1600 surang), kiro kiro wukatu tu Rp, 3.7 jt an seorang.
“I have one child 4,5 year old, does he pay some with adult? “ tanyaku. (den punyo anak ketek umue 4.5 taun, bayienyo samo lo jo urang gadang ndak?)

“No, child QR1200” jawabnya. (indak, anak ketek kanainyo QR 1200), kira kira Rp, 2,8 jt an.
“I am with one family, how about the hotel room for me? Do you will be give me one room one family?” tanyaku lagi. ( den sakeluarga, baa kalau kamar hotel untuk den, lai ang agiah den sakamar jo keluraga den?)

“No, umroh on ramadhan occasion, wife and husband will separate room” jelasnya. (Indak, kalau umroh musim puasoko nan laki bini kamarnyo tapisah)

Ok, aku juga sudah tau aturan main seperti itu dari pengalaman teman teman ku yang sudah umroh di bulan puasa tahun lalu, sebab katanya kalau bulan puasa hotel hotel di Mekah penuh dan harga sewanya juga sangat tinggi jadi sistemnya dibuat seperti musim haji, yang bekeluarga akan di pisah kamarnya antara suami istri untuk mendapatkan untung buat travel itu, kalau tidak dia tidak bisa menutupi tarif hotel yang tinggi dengan yang biasa dia berikan untuk konsumennya. Kalau bulan musim umroh di luar bulan puasa biasa ongkos umroh itu biasanya paling seribuan qatar riyal, tidak semahal itu.

“How about a bed for my child, does he get it separate with me or his mother?” tanyaku lagi. (baa kalau tampek tidue untuak anak den, lai dapek tampek tidue surany nyo?)
“Yes, he will get it separate” jelasnya. (yo, anak ang dapek tampek tidue surang)

“Ok, I will pay down payment for booking and this is for your requremets” sambil ku kasih uang 1000 dan pas foto beserta foto kopi passport dan foto kopi ID ku sebagai syarat untuk dia mengajukan visa Umroh ke pemerintahan Negara Saudi. (adih lah ko den bayie uang muko nyo sajo dulu jo syaraik syaraik domumen nan ang paraluan)
Dia mencatat nama alamat dan no Hand Phoneku di list pendaftarannya dan menuliskan kwitansi tanda pembayaranku.


Biasanya untuk mengajukan Visa itu cukup foto kopi saja, nanti kalau visanya sudah di setujui baru dikasihkan passport yang asli untuk di temple visa umrohnya di passport. Passport asli masih ku simpan di tangan ku, karena masih sebulan lagi, masih lama. Kalu nanti tiba tiba aku harus pulang keluar dari negara ini secara tiba tiba atau emergency, dan passport tidak  ada di tanganku kan reapot sekali. Untuk minta paspor ke agen itu kan tidak gampang, itu alasan ku.

Selesai urusan dengan hamlah itu ku balik ke mobil dan baru ceritakan ke istriku semua rencanaku detil nya nanti di akhir bulan puasa tahun ini dan lebaran tahun ini kita ke umroh.

Dalam perjalanan balik ke Alkhor, istriku diam entah apa yang dipikirkannya, setelah ku sampaikan rencanaku untuk berlebaran tahun ini di Masjidil Haram. Mungkin pikirannya jauh terbang melayang bagai debu pasir ditiup angin gurun pasir yang gersang di tepi jalan raya yang ku lalui, di bawah terik matahari panas musim kemarau, yang panasnya menyengat sekitar 40 an derajat celsius dan humid, lembab. Debu itu turun jatuh ke gundukan gundukan pasir lagi dengan pasti dan bahagia. Mungkin dia juga bahagia. Kebahagian nanti dan membayangkan tarwih di sepuluh malam terakhir disana lalu berlebaran disana.  Aku sudah terbayang nikmatnya sholat tarwih disana apalagi di imami oleh Sheikh Dr. Abdul Rahman Al-Sudais yang suaranya serak serak membuat hati kita bergetar mendengar suara bacaannya. Setiap orang pastilah merindukan ke Baitullah meski sudah berkali kali ke sana. Tapi kali ini aku akan disana di bulan puasa, dan berlebaran, rindu yang tidak tidak pernah terpuaskan. 

“Ya Allah, berilah lah aku kesempatan dan kelancaran segala urusanku untuk bisa ke Baitullah dan Madinah di bulan puasa ini ya Allah”…….. 

Bagaimana tidak, karena Rasulullah telah menjelaskan ke kita seperti bunyi hadistnya;
Dari  Jabir Radhiallahu Anh bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda "Satu sembahyang di masjidku lebih afdhal daripada 1000 sembahyang di masjid-masjid yang lain kecuali Masjidil Haram di Mekah dan satu sembahyang di Masjidil Haram pula lebih afdhal daripada 100.000 sembahyang di masjid-masjid yang lain."

"Sungguh Allah menurunkan pada setiap hari dan malam 120 rahmat di Baitullah. 60 rahmat untuk orang yang melakukan tawaf.40 rahmat bagi orang yang mendirikan shalat.20 rahmat bagi orang yang memandang ke arah Ka'bah."
(HR.Thabrani).

Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu Rasulullah Sallallu 'alaihi Wasallam telah bersabda "Melakukan sekali sembahyang di dalam masjidku ( Masjidil nabawi di Madinah ) ini adalah lebih baik daripada 1000 kali sembahyang dalam masjid yang lain melainkan Masjidil Haram."