Tuesday, May 8, 2012

MINDER (3-habis)

Tapi aku lupa dengan keminderanku, ketika pagi jam kelas dimulai dan jam kelas akan bubar. Karena aku menjadi orang nomor satu yang mempersiapkan kelas, tugas sebagai ketua kelas. Kemudian yang lain melupakan keminderanku adalah ketika belajar dengan bu Insah, aku cepat bisa membaca dan menulis.

Ibu Insah mengajar di empat hari berikutnya. Pelajaran yang di ajarkan bu Insah membaca dan menulis sambil mengenal huruf-huruf. Bu Insah tidak pernah marah-marah seperti ibu guru kelas tiga yang mengajar matematika itu. Jadi aku sendiri senang belajar membaca dan menulis dari pada matematika. Namun pelajaran matematika harus tetap bisa, kalau tidak bisa, akan berbahaya berhadapan dengan bu guru kelas tiga itu. Aku pernah kena marah dan kena tempeleng tetapi belum pernah pipiku kena coret pena.

Awal belajar membaca dengan ibu Insah yang diajarkan membaca tanpa ada tulisannya. Yaitu keluarga budi, bapak, ibu, kakak dan adik budi. Sebuah gambar keluarga dipajang di papan tulis. Kemudian ada potongan masing-masing gambar keluarga budi, antara anggota keluarga, lalu di tempel tulisan nama-nama keluarga budi tercetak dikertas putih dibelekangnya ada busa yang bisa menempel di kain. Aku senang belajar itu, lihat gambarnya baca dengan menunjul tulisannya. Padahal aku tidak tahu membaca tulisannya, lama-lama aku jadi tahu dengan cara mengajar bu Insah. 

Ketika belajar menulis, aku senang melakukannya karena tulisan ibu Insah bersih rapi enak dilihat. Tulisan tali tegak bersambung, bagai ukiran indah tergores dengan kapur putih di papan tulis. Dari awal ibu Insah tidak pernah mengenalkan menulis dengan tulisan tanpa tali. Kalau menulis tidak boleh menulis dengan huruf cetak seperti dibuku. Harus dengan tulisan tali bersambung. Di buku tipis isi 18 itu, sebelum menulis di garisi dengan pengaris sebelah kirinya dulu karena buku tipis itu tidak ada garis pinggirnya. Aku senang menulis meniru model tulisan ibu Anisah yang bertali tegak bersambung. Setiap menulis, ibu Insah jarang member nilai tulisanku di bawah tujuh. 

Sistem atau kurikulum untuk SD masa itu caturwulan, perempat bulan. Satu tahun ada tiga caturwulan. Jadi setiap satu caturwulan murid-murid menerima Rapor. Setahun tiga kali menerima rapor. Awalnya aku tidak tahu apa itu rapor.

Pagi-pagi datang sekolah seperti biasa, lama lonceng sekolah tidak di pukul itu guru tanda kelas dimulai. Murid-murid semuanya ramai bermain diluar. Aku senang-senang saja tidak belajar. Begitu masuk kelas ibu guru membagikan buku bewarna putih satu pesatu dengan memanggil nama-nama pemilik buku itu. O, ternyata itu rapor setelah aku tahu. Tapi apa betul sebenarnya arti rapor itu aku tidak paham. Dibagikan begitu saja, tidak ada pengumuan siap-siapa nilai tinggi atau juara kelas.

Uni-uni dan uda-uda disekeliling rumahku kalau sudah menerima rapor, pertanyaanya adalah “berapa merahmu?, berapa merahmu?”.

Aku heran menapa kalau menerima rapor yang ditanya berapa merah rapor?.
“Dy, berapa merahmu?” uni En tetanggaku bertanya.

Belum aku jawab dia menjelaskan lagi kepada ku, “Si anu merahnya dua, si anu merahnya tiga, si anu merahnya satu, ada yang empat”. Ni En menyebutkan informasi tentang orang-orang yang dia tahu dapat warna merah di rapornya kepadaku

Aku bingung, lalu menjawab,  “raporku kok tidak ada merahnya ya? Mengapa ibu guruku tidak mengasih tanda merah di raporku?”

 “Dia senyum, kalau merah berarti nilainya jelek” jawabnya.
“Nilai apaan? Aku tidak mengerti, tadi katanya merah rapor, apa hubungannya merah rapor dengan nilai?” dalam hati aku tambah tidak mengerti, melongo saja mendengarkan penjelasannya.

Raporku aku perlihatkan ke amak dan apakku ketika sudah malam, karena sampai sore dari pagi dia pergi ke sawah orang. Malamnya ku bertanya ke apakku.

“Pak, rapor ini apaan? Kalau sudah terima rapor, itu tanda libur sekolah dua minggu ya? Tapi kok uni En tadi siang bertanya merah raporku berapa? Yang mana sih warna merah rapor pak?” tanyaku ke apak ketika apakku memperhatikan tulusan angka-angka di raporku.

“Nilai kamu bagus, tidak ada merahnya” jawaab apakku. Apakku menjelaskan padaku apa itu rapor, dan apa-apa itu nilai yang tertulis di dalamnya. Dan akhirnya waktu itu awalnya aku mengerti tentang rapor sekolah. Sehingga aku ingin giat belajar jangan sampai aku dapat merah di rapor.

Caturwulan pertama sudah aku lalui, sekolah libur dua minggu. Kegiatan hari-hariku bermain dengan adikku nomor dua dan sambil mengasuh adikku yang kecil berusia tiga tahun. Seperti biasa kalau aku sekolah, dua adikku diasuh mak gaek atau uyangku. Ketika aku pulang sekolah kami bermain di rumah bertiga dan adikku menjadi tanggung jawabku. Orangtuaku sehari hari sibuk ke sawah orang, untuk mencari makan buat kami. Kadang-kadang jualan ke pasar Padang Panjang membawa kelapa atau nangka muda. Dan jualan tergantung musim tanaman, kalau musin petai, jual petai, kalau musim jengkol jual jengkol, kalau musim durian jual durian. Kalau musim durian bahkan aku ditinggal di rumah mengasuh dari pagi sampai malam hari.(*)


 Bersambung ke Lain Judul,..........

Klik Ini ke Ceritaku berikunya : MULAI BERJUALAN (1) 

Klik ini ke Ceritaku Sebelumnya : Minder (2) 



2 comments:

  1. Barakik2 kahulu baranang2 katapian sanak
    Basakik bana dahulu alhamdulillah lai sanang kamudian..
    Ambo angkek tangan dari dulu jo angku untuak masalah samangaik iduik angku.. tanyato Keterbatasan ekonomi indak manjadi halangan untuak membuek angku sukses...

    ReplyDelete
  2. mantap deh, sdh jadi pengarang rupanya ya,..he..he...

    ReplyDelete