Tuesday, May 1, 2012

TUG BOAT MELEDAK

Pagi sudah cepat tiba, waktu subuh pukul empat kurang setiap pagi. Ia akan mundur terus sampai puncak musim panas nanti. Udara terasa segar menemani aku berangkat bekerja, pendingin udara bis yang membawaku sudah diperlukan dengan diatur sedang. Beda dengan bebepa bulan lalu musim dingin, pagi yang kadang-kadang berkabut dan tidak perlu pendingin udara. Hari itu aku seharusnya libur terahir, tetapi berdasarkan jadwal, aku harus bekerja ekstra, aku harus ke pabrik lagi meninggalkan anak, istriku tercinta
.
Seperti biasa sesampai di kabin sebelum keluar, ke lapangan. Aku mempersiapkan sesuatunya, dan serah terima dari teman shift malam, temanku bukannya menceritakan kondisi pabrik sebagaimana biasanya. Tetapi lansung bercerita tentang kengerian, sedih dan pilu yang dia lihat lansung kemarim malam.

“Ada sekitar beberapa mayat manusia di geletakin di area camp pelabuhan. Diantaranya beberapa orang bangsa kita” kata Abang itu. Di area pelabuhan, di pabrik tempat aku bekerja ada camp atau akomodasi para pekerja di Tug Boat. 

“Innalillahi wa ina ilahi rajiun”.

“Apa yang telah terjadi bang?”

“Kemarin, selesai magrib sebuah Tug Boat meledak, ngeri kali aku lihatnya, bangkai manusia digeletakkan disitu yang sudah hangus dan hitam dan tidak berbentuk lagi” cerita abang yang teman kerja aku dengan logat medannya.

Tug Boat. Pertama kali aku tahu sewaktu aku masih kecil melihat di pelabuhan pertamina Dumai, kata saudara sepupuku itu “kapa tundo”. Dahulu aku takjub melihat kapal kecil kuat bisa mendorong kapal besar. Aku bisa melihatnya setahun sekali, itupun jika diajak nenekku “makgaek” berlibur ke Dumai. Sekarang sehari-hari pemandanganku sudah biasa melihat Tug Boat tidak berhenti-hentinya mendorong dan menarik kapal-kapal tanker yang ukuran sebukit di depan dermaga area pabrik tempat ku bekerja.

Kapal itu tugasnya memakirkan kapal-kapal besar dengan mendorong atau menarik, mengawal, ke pelabuhan sampai kapal-kapal itu merapat dengan sempurna pada posisi yang tepat di dermaga. Karena kerja kapal itu mendorong, maka aku menyebutnya “kapa tundo”. Satu Tug Boat itu ada satu team atau grup yang terdiri beberapa orang. Yang menjalankan kapal ini disebut “pilot”, anggotanya salah satu nya di sebut “mooring crew” dan kadang-kadang ada engginer mekanik, listrik dan istrumennya juga.

Aku tidak bisa membayangkan cerita abang yang teman kerjaku itu. Katanya lagi, dia memastikan betul benar atau tidaknya ada orang kita yang menjadi korban kebeberapa orang yang berkerumun disana, ke orang Indonesia juga, yang bekerja di Tug boat lain. “Orang kita” biasanya kami mengucakannya untuk “Orang Indonesia”. Cukup banyak orang kita bekerja sebagai mooring kru dan pilot Tug Boat di area pelabuhan ini.
“Ya, betul pak, salah satunya namanya Ismail dia baru saja di pindah ke Tug Boat itu”. Begitu abang yang teman kerjaku itu megatakan kata, dari orang yang dia tanya kemarin malam, 29 April 2012.

Ya Allah, semoga saudara-saudara kita itu tenang di sisi Allah, mereka mati sahid, pergi dalam masa berjuang, menafkahi keluarganya. Hatiku tersa pilu dan ngilu, tersayat-sayat mendengarkan dan membayangkan kejadiaan itu. Aku tahu sendiri bagaimana kehidupan saudara-saudara kita itu bekerja dan tinggal di camp pelabuhan, tempat tugas mereka. Arealnya dekat dengan lokasi aku bekerja. Pernah sesekali aku berjumpa dengan salah seorang dari mereka, ketika mereka merapatkan kapal kargo sulfur di dermaga depan lokasi dermaga pabrikku. Aku bertanya ke bapak-bapak itu,  dari informasi bagaimana mereka sampai bisa bekerja disini, fasiltas apa yang mereka dapat, sekali berapa bulan mereka pulang untuk berkumpul dengan keluarganya di Indonesia. Informasi dari bapak itu, mereka setiap enam bulan sekali pulang ke Indonesia bertemu keluarganya. Tidak boleh ke kota, keluar dari area pelabuhan. Untuk keluar area pelabuhan, melewati pintu security imigrasi. Benar atau tidak aku tidak tahu pasti seolah-olah mereka disini harus punya visa kalau keluar dari area pelabuhan. Betapa menjenuhkan keadaan mereka.

Aku sedih dan tidak bisa membayangkan. Perasaan keluarga mereka, aku merasakan mereka adalah diriku, bagian dari keluarga mereka. Berbulan-bulan terpisah, tiba-tiba tejadi semacam ini dan berakhir, terpisah selama-lamanya. Ya Allah, kuatkanlah keluarga saudara-saudaraku yang mengalami musibah dan takdirMu ini. 

Pagi cerah ini serasa redup bergulung dengan gelap dalam pikiranku. Mencari hidup untuk kehidupan keluarga agar lebih baik dan jauh di negeri orang, tiba-tiba pulang dengan membawa kesedihan buat keluarga.
Memang sudah takdir, tidak ada jalan kecuali hanya berserah kepadaNya. Siapapun makhluknya akan pergi meniggalkan keluarga  dan semua yang ada di dunia. Semuanya sudah tentu paham, bahwa kita menumpang hidup di dunia ini dan sebentar saja. Untuk itu kita dapat perintah memanfaatkan waktu selama hidup sebaik-baiknya serta memanfaatkanya untuk modal ketika kita sudah habis masa menumpang didunia ini nanti dari Sang Pencipta. Allah telah menagajarkan kita, dan memberikan kita cara memanfaatkan waktu ini, untuk bisa menjadi modal di akhirat nanti melalui rasulnya Nabi Muhammad SAW. Betapa besar dan sayangnya Allah kepada kita, sudah di kasih hidup menumpang gratis, dikasih kesempatan untuk mendapatkan sesuatu yang jadi modal ketika pergi nanti.

Semoga saudara-saudaraku yang pergi karena ledakan Tug Boat, berbahagia disisiNya. Pergi dengan membawa oleh-oleh yang telah mereka kumpulkan selama ini didunia. Yang pasti mereka pergi dengan sahid sebuah bekal dan modal besar yang mereka bawa kehadapan Allah. Ku merasa sedih, kita pasti sedih dan yang pasti lagi, semua sanak saudara mereka serta keluarga meraka di Indonesia lebih sangat-sangat sedih. Aku percaya, dia bahagia menuju sorganya Allah.
Maasalah Tug Boat itu yang meledak, sehingga beberapa saudara kita itu pergi, sudah takdir Allah cara memulangkan umatnya.

Bagaimana dengan kita yang masih mempunyai masa menumpang ini? Apakah mampu mengumpulkan oleh-oleh untuk dibawa ke kampung akhirat nanti? Dan kita tidak tahu dengan cara apa kita pulang.
Ya Allah, ya Tuhanku, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Sayangilah aku seperti engkau telah menyayangi umat-umatMu terdahulu yang sudah dapat jaminan tinggal di surga, sayangilah saudaraku yang sudah pergi ke sisiMu, lapangkanlah alam kuburnya, dan sayangilah saudara-saudara mereka dan keluarga mereka yang ditinggal, serta berilah mereka ketabahan.

Siang  yang terang, debu sulfur yang terbang menguap lalu jatuh dimana-mana di area pabrik tempat kerjaku. Mesin-mesin pabrik berputar seiring waktu berjalan. Sampai sore menyambut, kabut datang dan pergi ditiup angin diatas pelabuhan kawasan Terminal Ras Laffan. Kadang-kadang meredupkan terangnya matahari. Lalu, kandang-kadang terang lagi. Udara tetap panas, hujan takut turun. Kengiluan dan kesedihan hati terus menyelimutiku. Pertukaran waktu kerja yang kami sebut pertukaran shift, disambut azan magrib. Dua belas jam sudah aku bertugas hari ini. Ku kerumah dengan pikiran luka. Di rumah sebelum beranjak tidur, sebuah siaran TV swasta Indonesia menyiarkan berita sekilas dan cepat, “60 detik”  tanpa video, hanya gambar peta sebuah negara yang ku tinggali sekarang, dilayar itu sebuah titik mengedip-ngedip petanda lokasi berita yang disampaikan, “sebuah tug boat meledak di pantai kota pelabuhan utara Negara Qatar, dengan menyebutkan jumlah korbannya.”(*)

No comments:

Post a Comment