Friday, May 11, 2012

MULAI BERJUALAN (1)

Setahun sudah sekolah, aku naik ke kelas dua.Adikku nomor dua masuk kelas satu. Adikku ketiga memasuki usia empat tahun. Aku sudah punya adik bayi laki-laki lagi umur beberapa bulanyang masih menyusu ASI. Namanya Riko.Kami sudah berempat adik-kakak.Jumlah yang butuh makan, butuh hidup dalam keluargaku bertambah tetapi rezeki apakku belum bertambah.Sebenarnya adikku yang ke empat diharapkan perempuan karena orang tuaku belum punya anak perempuan. Anak perempuan dalam keluarga Minang sangat penting adanya, karena akan meneruskan keturunan menurut adat.

Amakku sudah harus membantu apakku lagi untuk mencari nafkah meskipun masa usia adik bayiku baru beberapa bulan. Apak kadang-kadang dapat panggilan bekerja bangunan rumah orang, kadang-kadang mendapat upah membuat kusen pesanan rumah.Penghasilan tidak tentu. Hitungannya sesekali, itu pun kalau ada dapat.Kadang-kadang upahnya sudah diterima duluan sehingga hasilnya sudah habis untuk kebutuhan makan.Seperti amakku menerima upah kesawah.Amakku membantu dengan menerima upah ke sawah orang lainseperti menanam padi, atau basiang. Basiang yaitu pekerjaan membersihkan rumput-rumput sawah ketika padi sudah dipupuk sebelum mulai berbuah.Kadang-kadang upah kesawah itu sudah di terima duluan sebelum mengerjakan sawah orang.Istilahnya berhutang tenaga.

Aku anak sulung sudah mempunyai tanggung jawab mengasuh adikku jika amak tidak di rumah. Membuatkan air manis ke botol susunya kalau adik menangis, menidurinya di ayunan. Susu tambahan sudah tentu tidak mungkin terbeli, hanya air putih gula pengantinya atau kompeng untuk membohongi agar adikku diam lalu tidur. Kalau adikku tidur aku bisa bermain. Juga mencebok’i nya kalau habis buang air besar. Kalau sore memandikannya sebelum amakku pulang ke rumah.Air untuk mandi dan masak juga harus pekerjaanku bersama adikku, si Al yang nomor dua. Di rumah amakku sudah membelikan ember kecil dan kaleng cat bekas ukuran 5 liter dari tempat apakku kerja bangunan yang digunakan untuk mengambil air ke pancoran di bawah tebing. Aku dan adikku bolak-balik mendaki tebing yangd ibuat tangga-tangga dari batu-batu. Kalau amakku bekerja ke sawah orang, pulangnya hampir magrib. Kalau sawah yang di kerjakan itu dekat dengan rumah, amakku cepat pulang. Bahkan saat istirahat siang amakku pulang dulu menyusui adikku, setelah adik tidur amakberangkat ke sawah lagi.

Keadaan nasib adik-adikku sama dengan nasibku ketika bayi. Ketika aku masih bayi amakku sudah pergi-pergi meninggalkan aku untuk membantu apak mencari nafkah. Aku dititipkan ke gaekku. Sebagai ganti ASI ketika amakku tidak dirumah, selain air gula kadang-kadang aku diberi air nasi oleh mak gaekku. Air nasi yaitu air beras yang dilebihin porsinya ketika menanak nasi, setelah mendidih sebelum nasi matang air itu di ceduk, diambil. Itulah air nasi. Jadi wajarlah aku orangnya tidak memiliki otak yang cerdas dan pintar apalagi memiliki pertumbuhan fisik yang bagus. Hidupku kurang gizi, badan kurus dan kecil. Prinsip orang tuaku, yang penting bisa hidup dengan perut kenyang.

Yang agak meringankan pekerjaan mengasuh adik kalau amakku pergi berjualan ke pasar di kotaPadang Panjang. Pasarnya ramai dari pagi sampai tengah hari.Sore waktu ashar amakku sudah pulang, pekerjaan memandikan adik bukan menjadi tugasku.
Kalau tidak ada panggilan pekerjaan ke sawah, amakku dibantu apak pada hari Kamis keliling mencari kelapa tua atau nangka muda ke kebun-kebun orang. Kelapa-kelapa atau nangka, atau apa saja yang bisa dibawa untuk di jual. Semuanya diambil dulu, tanpa harus bayar ke pemilik kebun. Setelah dikumpulkan, dihitung nilainya dan bayarnya besok hari Jumat setelah laku dijual. Kalau tidak laku resiko amakku, tapi tidak ada yang tidak laku. Karena, kalau tidak laku akandijual ke touke-touke penampungan dengan harga murah. Yang penting jadi duit agar amak tidak berhutang kepemilik kebun. Modal amakhanyalah kepercayaan, kalau harus punya uang dulu sudah tentu tidak ada modal bagi amak. Begitulah pola hidup orang desa, orang kampung yang mempunyai tenggang rasa yang tinggi dan saling tolong-menolong.Apak memikul, mengumpulkan dagangan amak di rumah, lalu dimasukan ke karung-karung plastik bekas pupuk padi atau diikat-ikat per-dua biji kelapa menjadi segandeng.
Jumat pagi-pagi setelah subuh, aku harus membantu amak menenteng kelapa ke pinggir jalan raya utama, atau memikul nangka muda semampuku. Apak memikul kelapa yang sudah dikarungin. Kelas dua aku masuk siang, jadi bisa membantu amak dulu.

Amak pergi dagang apak pergi kerja kuli bangunan.Sangat berbeda sekali kalimat kenyataan hidupku ini jika dibandingkan dengan kalimat keluarga Budi di dalam buku pelajaran sekolahku. Buku yang di cetak penerbit Balai Pustaka itu, dituliskan kalimatnya berbunyi “Bapak pergi ke kantor ibu pergi ke pasar”. Sedangkan aku, “Apak pergi kuli bangunan ibu pergi dagang”.
Aku memnabadingkan itu, krena dalam khyalanku di dalam buku itu Budi bagaikan tokoh hidup dan nyata. Sehingga dalam hati, pikirku “Enak sekali hidup si Budi ya?, Bapaknya kerja kantor, pastilah dia anak orang kaya, tidak miskin seperti aku,”

Kalau amakku pergi berjualan ke Padang Panjang, biasanya aku dan adik-adikku menunggu di pinggir jalan raya, sambil menghitung mobil yang lalu lalang hilir mudik.Tentu pekerjaan menjemput air ke pancoran sudah selesai aku lakukan terlebih dahulu. Kalau tidak aku lakukan, aku akan dapat hukuman dari amak.Kalau ada mobil datsun berhenti, hatiku senang, amakku sudah pulang.
Sebuah mobil datsun berhenti, aku kecewa ternyata bukan amakku yang turun.Setiap mobil berhenti hatiku berharap-harap senang.Kadang-kadang aku tebak-tebakkan dengan adikku, amak atau bukan ya, yang turun ketika mobil berhenti.

 Bersambung.......


No comments:

Post a Comment